Salju di Kelas 1E | Cara Menghibur diri Anak-Anak SMP
Seperti yang telah diceritakan dalam tulisan sebelumnya Sedikit Certia tentang Kelas E, bahwa kelas 1E ada di dekat warung Lik Salim. Tepat di selatan kelas kami merupakan jalan yang ada di belakang deretan kelas lainnya. Jadi, melalui jendela kelas sebelah selatan, bisa tampak lorong panjang, antara kelas dan pagar sekolah.
Nah, tepat di selatan kelas 1E, ada pohon hibiscus tiliaceus. Mungkin teman-teman yang baca tulisan ini percaya tidak percaya. Bahwa ada pohon aneh yang bernama hibiscus tiliaceus ini. Tanaman yang masuk dalam famili malvaceae ini merupakan tanaman yang biasa digunakan sebagai peneduh.
Tidak hanya peneduh, hibiscus tiliaceus ini juga bisa berbunga. Macam-macam warnanya. Ada yang putih, dan ada yang merah. Setiap hari kusiram semua. Mawa melati semuanya indah. Lha kok dadi nyanyi ya.
Kalau masih bingun dengan tanaman hibiscus ini, di sini saya sertakan fotonya. Untuk mengenang masa lalu. Sebelah mana tanaman ini.
Tara.... ini dia tanaman hibiscus tiliaceus. Nama latin. Dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa disebut pohon waru.
Pohon waru ini ada di sudut jalan. Bangunan antara kelas 1 E dan kelas 2. Tepat ada di belakang kelas 2A.
Pohon waru yang ada di samping kelas E ini masih belum besar. Masih sebesar betis. Betisnya orang obesitas.
Memang sedikit meneduhkan, tapi yang juga membawa sedikit masalah. Masalah itu semakin runyam karena jendela kelas 1E sebelah selatan tidak ada kacanya. Masalah yang sudah runyam itu, diperparah lagi oleh beberapa siswa yang kurang kerjaan, atau sekadar iseng. Dengan sengaja mengajak disko pohon waru yang masih tidak terlalu besar itu. Digoyang-goyangkan sekuat tenaga. Hingga salju yang ada di daunnya beterbangan ke mana-mana. Terutama masuk kelas 1E.
Betapa tidak, angin berembus dari selatan langsung masuk ke kelas 1E. Membawa salju-salju dari daun dan tangkai pohon waru itu.
Ya, sebagian kami menyebutnya sebagai salju. Padahal, itu adalah ulah kutu kebul. Kutu yang biasa menempel di daun pepohonan. Menghasilkan sarang serupa kapas lembut yang ringan.
Namanya juga anak-anak. Waktu itu. Tidak ada yang tidak bisa dibuat mainan. Sarang hama kutu kebul yang beterbangan itu justru dibuat sarana seru-seruan.
Tentu saja, siswa yang berani menggoyang-goyang pohon waru hanya ketika jam istirahat. Di saat pelajaran pun. Ada kalanya salju tetap beterbangan. Ditiup angin. Masuk dalam kelas.
Ketika ada salju yang masuk. Terbang di di atas meja atau di hadapan masing-masing siwa. Ketika guru menerangkan di depan kelas. Ada saja yang iseng. Bahkan ada yang sempat berkata, "deloken marine iki iso ilang." sambil menepukkan kedua tangan, dengan salju yang terbang di tengahnya. Tertangkap. Lenyap.
Itu semua kejadian empat belas tahun yang lalu. Entah, masih ada pohon hibiscus tiliaceus di situ. Masih adakah salju-salju beterbangan yang dihasilkan kutu kebul di daunnya. Ataukahkah sudah lenyap, seperti salju yang kami tepuk dengan kedua tangan. Semua itu tidak pasti. Tapi ada satu hal yang pasti. Penghuni Kelas 1E sudah menua semua.
Nah, tepat di selatan kelas 1E, ada pohon hibiscus tiliaceus. Mungkin teman-teman yang baca tulisan ini percaya tidak percaya. Bahwa ada pohon aneh yang bernama hibiscus tiliaceus ini. Tanaman yang masuk dalam famili malvaceae ini merupakan tanaman yang biasa digunakan sebagai peneduh.
Tidak hanya peneduh, hibiscus tiliaceus ini juga bisa berbunga. Macam-macam warnanya. Ada yang putih, dan ada yang merah. Setiap hari kusiram semua. Mawa melati semuanya indah. Lha kok dadi nyanyi ya.
Kalau masih bingun dengan tanaman hibiscus ini, di sini saya sertakan fotonya. Untuk mengenang masa lalu. Sebelah mana tanaman ini.
Tara.... ini dia tanaman hibiscus tiliaceus. Nama latin. Dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa disebut pohon waru.
Pohon waru ini ada di sudut jalan. Bangunan antara kelas 1 E dan kelas 2. Tepat ada di belakang kelas 2A.
Pohon waru yang ada di samping kelas E ini masih belum besar. Masih sebesar betis. Betisnya orang obesitas.
Memang sedikit meneduhkan, tapi yang juga membawa sedikit masalah. Masalah itu semakin runyam karena jendela kelas 1E sebelah selatan tidak ada kacanya. Masalah yang sudah runyam itu, diperparah lagi oleh beberapa siswa yang kurang kerjaan, atau sekadar iseng. Dengan sengaja mengajak disko pohon waru yang masih tidak terlalu besar itu. Digoyang-goyangkan sekuat tenaga. Hingga salju yang ada di daunnya beterbangan ke mana-mana. Terutama masuk kelas 1E.
Betapa tidak, angin berembus dari selatan langsung masuk ke kelas 1E. Membawa salju-salju dari daun dan tangkai pohon waru itu.
Ya, sebagian kami menyebutnya sebagai salju. Padahal, itu adalah ulah kutu kebul. Kutu yang biasa menempel di daun pepohonan. Menghasilkan sarang serupa kapas lembut yang ringan.
Namanya juga anak-anak. Waktu itu. Tidak ada yang tidak bisa dibuat mainan. Sarang hama kutu kebul yang beterbangan itu justru dibuat sarana seru-seruan.
Tentu saja, siswa yang berani menggoyang-goyang pohon waru hanya ketika jam istirahat. Di saat pelajaran pun. Ada kalanya salju tetap beterbangan. Ditiup angin. Masuk dalam kelas.
Ketika ada salju yang masuk. Terbang di di atas meja atau di hadapan masing-masing siwa. Ketika guru menerangkan di depan kelas. Ada saja yang iseng. Bahkan ada yang sempat berkata, "deloken marine iki iso ilang." sambil menepukkan kedua tangan, dengan salju yang terbang di tengahnya. Tertangkap. Lenyap.
Itu semua kejadian empat belas tahun yang lalu. Entah, masih ada pohon hibiscus tiliaceus di situ. Masih adakah salju-salju beterbangan yang dihasilkan kutu kebul di daunnya. Ataukahkah sudah lenyap, seperti salju yang kami tepuk dengan kedua tangan. Semua itu tidak pasti. Tapi ada satu hal yang pasti. Penghuni Kelas 1E sudah menua semua.
Posting Komentar untuk "Salju di Kelas 1E | Cara Menghibur diri Anak-Anak SMP"