Mumpung Lagi Musim Tanam Pisang | Yuk Bahas Pisang
Ini hanya sekadar cerita. Tentang pisang yang saya tahu dan pengalaman pribadi tentang pisang. Tentu saja ide tulisan ini muncul karena di desa saya lagi Musim Tanam Pisang. Setelah sebelumnya musim jeruk dan musim buah naga yang urung terjadi. Juga ada musim kates alias pepaya, yang juga banyak ditanam petani di lahan produktif.
![]() |
| Pisang Barlin saat Masih di Pohon |
Di tengah harga jeruk yang terus merosot, banyak petani yang merombak tanaman jeruknya. Mengembalikan ke sawah basah, ditanami padi. Komoditas utama sebelumnya. Ada pula yang dirombak untuk ditanami buah tropis: pepaya ada pula pisang.
Pisang lagi booming, lagi naik daun. Tentunya daun pisang. Beberapa petani dengan lahan sawah yang agak luas, menanami sawah yang telah dipanen padinya dengan pisang. Banyak. Jaraknya 2 x 2 meter. Namanya Cavendish (lidah kami menyebutnya: kapendis).
Ini adalah booming kedua kapendis. Sebelumnya pisang cavendish ini oleh orang-orang kampung disebut: gedang ijo alias pisang hijau, karena memang warnanya hijau. Meskipun sudah masak. Ada pula yang menyebut gedang kebon, karena kami tahunya pisang ini ditanam di kebun karet. Setelatan perkampungan.
Saya ingat betul, gedang ijo adalah kambing hitam (padahal pisang, hijau pula. kok jadi kambing, hitam pula) atas penyakit sesak nafas yang saya derita ketika kecil. Setiap habis makan gedang ijo yang lebih dari satu, malam harinya sesak nafas kambut. Tarikan nafas saya jadi berbunyi ngiiik ngiiik....
Bapak saya salah satu orang yang mengawali menanam pisang di sawah. Ketika sawah orang lain masih ditanami padi, jagung, tanaman sawah lainnya, bapak sudah menam pisang. Memang karena tidak seberapa luasnya. Orang lain juga ada yang menam pisang di sawah, tapi karena sawahnya bersebelahan dengan sungai.
Pisang yang ditanam oleh bapak adalah pisang barlin. Pisang yang paling 'tidak berharga' dibanding dengan pisang susu, pisang kripik, pisang ambon. Biasanya pisang barlin ukurannya kecil. Pisang buah, tidak bisa diolah menjadi makanan olahan. Dimakan langsung. Karena memang ukurannya kecil jadi dianggap kurang mempunyai nilai ekonomis.
Yang saya ingat dari ucapan bapak dulu, menanam pisang barlin itu enak. Nanamnya mudah karena batang pohonnya kecil. Motongnya juga mudah karena tidak tinggi. Berbuahnya cepat. Tidak harus menunggu berbulan-bulan. Yang menjadi kenangan juga adalah, beliau pernah berkata bahwa uang saku sekolah dan kuliah saya diambilkan dari pisang barlin. Jan... mbarokahi.
Ingat hal itu, saya sekarang juga menanam pisang. Bukan karena niru tetangga dan orang lain yang sukses menanam pisang di sawah. Saya menanam pisang semata karena mengikuti jejak langkah bapak. Yang open (baca: telaten) merawat tanaman pisang. Jadi saya memanam di lahan yang sama. Jenis pisang yang sama. Meskipun ada tambahan jenis pisang lain. Karena tidak memungkinkan merawat pisang barlin seperti bapak.
Dulu, bapak setiap hari ke ladang pisang. Yang sedikit itu. Mencangkul, memupuk. Mengurangi tunas yang terlalu banyak agar tidak kurus. Memindah tunas terbaik di lahan yang lebih baik. Jadinya tandan pisang barlin pasti tak kurang dari delapan sisir. Besar (untuk ukuran pisang barlin). Tentu menarik, tentu harga jualnya lebih bagus. Apalagi kalu sudah 'mentek' alias padat berisi.
Kini, tanaman pisang yang dulu ditanam dan dirawat bapak sebelum sakitnya masih ada. Tunas bertunas, menyebar memenuhi ladang yang tak seberapa. Akhirnya terlalu kurus. Sering pula tidak dipotong, kecil, masak di tandannya (jawa: gedang solo), habis dimakan codot dan burung. Sebelum saya kembali melanjutkan titah lampah bapak.
Setelah beberapa pekan sering dikunjungi, saya berusaha melakukan apa yang bapak lakukan pada tanaman pisang. Memang tidak sesubur dulu, karena pisangnya terlalu rapat. Tapi sudah tidak ada yang habis dimakan codot. Begitu sudah tua, dengan kematangan yang pas, baru dipotong. Meskipun hanya berisi 3-4 sisir dalam satu tandan, tapi pisang barlin itu sangat menarik karena mentek.
Memang harus diselingi tanaman pisang yang agak besar. Karena kanan kiri ladang kini sudah ditanami rumah-rumah. Oleh pemiliknya. Maka pisang barlin terlalu pendek. Harus yang tinggi. Agar bisa mendapat cahaya matahari yang cukup. Selain itu, dengan alasan tidak bisa tiap hari ke ladang. Jadi ketika ada tanaman pisang yang agak besar, kemungkinan terlalu masak di pohon tidak terjadi.
Pun untuk mengikuti orang-orang lain yang hendak menanam pisang di lahan produktif padi sepertinya juga tidak mungkin. Karena jumlah permintaan yang masih belum jelas. Kalau pun ekspor, sepertinya akan sulit untuk jenis pisang yang sekarang marak ditanam. Pernah ada pengalaman gagal ekspor oleh pengusaha di Kabupaten Lumajang. Pisang Mas Kirana, yang sempat mejadi branding Lumajang diekspor ke Singapura. Sampai sana, pisang sudah terlalu masak. Tidak bisa dikonsumsi.
Selain barlin, ada pula pisang yang diberi oleh saudara ibu. Dibawakan jauh-jauh dari kecamatan wuluhan. Sekitar 15 km dari rumah. Bibit pisang yang sudah setinggi 2 meter, 2 batang, dibonceng menggunakan sepeda motor. Oleh bibi yang dibonceng oleh paman. Ditanamkan pula di belakang rumah. Otongnya (jantung pisang) tidak perlu dibuang (biasanya ontong kan perlu dibuang). Pisang ini tidak perlu. Tandannya bisa panjang sekali. Sudah berbuah beberapa kali. Diminta juga oleh tetangga, tunasnya. Dijadikan bibit.
Lalu, apakah pisang yang sebentar lagi akan stoknya akan sangat melimpah ini akan berpengaruh pada harga? selama permintaan juga meningkat sepertinya tidak akan jadi masalah. Nilainya akan tetap tinggi. Toh, jiga mengikuti falsafah, barang saiapa menanam dia akan memanen. Daripada tidak panen sama sekali. Karena ada lahan tidak ditanami.
Mungkin, jika pisang kelak kembali menghijaukan lingkungan kita, bisa juga membantu pengurangan dampak lingkungan. Bukan hanya sebgai sumber oksigen. Tapi daunnya bisa meminimalkan penggunaan plastik dan sterofoam yang tidak ramah lingkungan. Pelepahnya kembali dibuat ancak oleh orang, yang bisa digunakan saat selametan. Mungkin juga akan ada anak-anak yang membuat mobil-mobilan dari bungkil. Seperti saat saya masih kecil dulu.
Ah... dasar pisang.

Posting Komentar untuk "Mumpung Lagi Musim Tanam Pisang | Yuk Bahas Pisang"