Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Asal-usul Bakar-bakaran di Malam Tahun Baru?

Apakah kalian melakukan ritual bakar-bakaran di malam pergantian tahun? Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Meskipun banyak yang melakukan acara kumpul teman dan bakar -biasanya- ikan bersama untuk disantap bersama, tapi tidak semuanya melakukan itu. 

Yang Penting Ikut Bakar Ikan



Minimal ada bebeapa tetangga yang kumpul di halaman rumah atau di pinggih jalan, atau di pos ronda, atau di perempatan jalan, atau dimana saja lah. Yang penting kumpul untuk masak bareng, makan bareng sambil nunggu malam pergantian tahun.

Meskipun malam tahun baru 2021 ini masih pandemi dan kepolisian melarang berkumpulnya orang dalam skala besar. Tapi berkumpul dengan keluarga dan tetangga tidak mungkin juga ditiadakan. Justru larangan dari kepolisian dalam mengadakan kegiatan yang memunculkan kerumunan justru memperkuat 'tradisi' bakar-bakaran menjelang tahun baru.

Jadi, bakar-bakaran pergantian tahun 2020 ke 2021 yang tepat pada malam jumat ini, menjadi semakin masif meskipun dalam skala kecil. Hampir semua lingkungkan mengadakan acara bakar-bakaran ini. Dilihat dari status WA teman-teman, omong-omong dari mulut ke mulut. Sampai hasil pengamatan sosial-ekonomi. 

Ceileh... sosial ekonomi. Jadi, berdasarkan pengamatan ekonomi, di pasar tradisional penjualan ikan baik ikan laut maupun ikan non-laut mengalami peningkatan yang tajam setajam silet. Penjual lele di pasar rambi biasanya antrean hanya dua tiga orang. Tadi, kamis pagi, antreannya panjang. Lebih dari sepuluh orang.  Dilihat dari statistik ini, berarti peningkatan penjualan lele meningkat 500% alias lima kali lipat. 

Masih dari sektor perdagangan, ditemukan banyak penjual ikan dadakan. Hari kamis siang, di pinggir jalan raya yang biasanya tidak ada pedagang ikan tadi siang terdapat penjual gurame dengan kotak-kotak sterofoam besar.

Sementara berdasarkan hasil pengamatan sosial, banyak orang yang turut serta memperbincangkan agenda bakar-bakar sejak sore. Seorang rekan yang menjadi pengamat media digital, juga melaporkan hal yang sama. Banyak orang yang sudah mempersiapkan pembakaran dan segala ubo rampe-nya. Ada yang nyetatus "Otw Puger". Dengan disertai emotikon ikan. Puger adalah tempat pelelangan ikan. Jadi, jelas sejak pagi dan siang sudah banyak yang menyiapkan ikan laut untuk dibakar. 

Melalui jaringan lain, seorang rekan yang khusus mengamati media sosial ada yang mengatakan bahwa yang dibakar sebenarnya bukan hanya ikan laut atau ikan air tawar-menawar. Tapi juga daging ayam. Bahkan ada yang sekadar bakar jagung. Tak apa asal tidak terbakar api cemburu. Jadi, yang dibakar pada malam tahun baru adalah ikan, daging ayam, jagung, umbi-umbian, dan kenangan masa lalu yang patut dilupakan.

Lalu, ada pula yang penasaran. Dari mana sih awal mulanya kenapa malam tahun baru harus bakar-bakaran? 

Memang tidak ada jawaban yang pasti terkait awal mula tradisi bakar-bakar malam tahun baru ini. Namun sebagai studi kasus di kampung tempat tinggal rekan yang bernama Cak Rat mungkin bisa dijadikan sebagai pembanding.

Bakar-bakar atau masak-masak --sebenarnya tidak harus dibakar-- sudah menjadi kebiasaan para pemuda di lingkungan tempat tinggal Cak Rat. Biasanya habis nyetrum welut -mencari belut di sawah dengan cara menyetrum menggunakan aki- malamnya dimasak rame-rame. Kemudian dimakan bareng-bareng. Baik yang ikut mencari belut, yang masak, atau orang yang kebetulan ada di situ.

Dulu, teman-teman Cak Rat menyebutnya mayoran. Makan malam bareng-bareng. Mungkin yang bisa pesta makan malam dulu kala adalah para mayor. Jadi disebut mayoran. Mungkin. Bisa menyembelih ayam, bebek, mentok, atau perasaan yang sudah tidak berarti.

Lalu, tradisi ini dikembang-biakkan oleh salah satu tokoh pemuda pendatang. Yang waktu itu mendekati teman-teman yang biasa keluyuran malam-malam. Biar ada ikatan batin dan lahir yang kuat, maka sering diadakan acara makan bersama yang diawali dengan acara masak bersama. Tak tanggung-tanggung. Biasanya masaknya di pinggir jalan, dan makannya di tengah jalan. Karena sudah malam, kemungkinan mengganggu pengguna jalan menjadi tidak ada. 

Nah, pada malam tahun baru biasanya ada hiburan di pusat-pusat keramaian. Alun-alun kecamatan, alun-alun kabupaten, maupun alun-alun asal kelakun. Untuk mencegah hal-hal yang bisa mengganggu ketertiban umum yang memengaruhi anak-anak di kampung ini. Ada beberapa pemuda yang berinisiatif menggelar acara sendiri. Beli ikan yang banyak.Bakar bareng-bareng. Makan bersama. 

Maka iuranlah mereka, ada yang menyumbang uang, ada yang menyumbang tenaga untuk mbeteti dan mbakar, ada yang nyumbang doa, ada yang cuma nyumbang mulut untuk menghabiskan ikan macam saya saja. Kegiatan ini berlangsung beberapa kali malam tahun baru.

Tidak semua warga aspirasinya tersalurkan melalui partai bakar-bakar di tengah jalan ini. Maka, muncullah ide untuk membuat partai sendiri-sendiri di lingkungan dan komunitas masing-masing. Jadilah prosesi dan ritual bakar-bakar ini menggejala di hampir seluruh lingkungan dan komunitas. Terlebih di zaman media sosial seperti ini, yang telah disampaikan oleh rekan dari tim pengamat media sosial dai awal. Bahwa media sosial turut serta menggejalakan acara bakar-bakar di malam tahun baru menjadi sangat terstruktur, sistematis, dan masif. 


Berikut ini hasil wawancara dengan Cak Rat mengenai tradisi bakar-bakar di malam pergantian tahun.

Mengapa harus bakar-bakar, Cak?

Karena bakar-bakar itu modalnya murah alatnya sederhana. Hanya membutuhkan apa yang akan dibakar. Bisa ikan, ikan ayam, ikan tempe, atau sekadar jagung. Alatnya juga mudah dan murah. Tidak perlu minyak, wajan, panci, atau kompor. Cukup butuh korek, dan di sini kan di desa. Banyak kayu bakar. Jadi gak perlu gas. Bisa masak. Dan bisa bareng-bareng. Semua yang hadir ikut mbakar bias. Bakar sendiri makan sendiri.  Itulah sebabnya kenapa bakar-bakar dipilih sebagai alternatif cara masak di malam tahun baru. Meskipun terkesan sangat primitif tapi ini solutif.

Maksudnya solutif?

Kegiatan bakar-bakar kan pada mulanya untuk merekatkan rasa kebersamaan di lingkungan dan cara bersenang-senang tanpa harus keluar terlalu jauh dari rumah. Nah, ini solutif sekali. Karena agar senang-senangnya bisa lama maka dipilihlah bakar-bakar. Jadi, bakar-bakar adalah prosesi utama. Yang memakan waktu panjang. Jika niatnya cuma makan. Bisa pesen katering. Atau kalau sekarang bisa gofood atau grab.  Tapi karena niatnya menikmati kebersamaan dalam waktu lama, maka bakar-bakar ini sangat pas. 

Bakar lama nyiapkan api dan ngipasi. Pasati lelah dan lapar. Maka ketika sudah masak. Tinggal santap makan sebanyak-banyak. Biasanya makannya sudah tengah malam. Sudah kenyang capek, ngantuk. Akhirnya pulang masing-masing dan tidur. Jadi tidak ada kegiatan negatif lainnya misalnya ketika nonton konser atau orkes koplo tarik sis. 


Demikain adalah hasil penelusuran tim gabungan terkait asal usul bakar-bakar di malam tahun baru. Yang perlu diingat adalah: tahunnya memang berganti. Tapi keadaan kita akan tetap sama. Jadi, tetaplah berjuang jangan cuma doa semoga tahun depan bla bla bla... 

Posting Komentar untuk "Bagaimana Asal-usul Bakar-bakaran di Malam Tahun Baru?"