Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemandangan Eksotis Sepanjang Jalan Jenggawah - Pantai Pancer

Perahu Hendak Melaut di Pancer Puger
Pantai Pancer adalah adalah sebuah pantai dengan pemandangan eksotis yang ada di Kecamatan Puger. Ini adalah kisah perjalanan dari Jenggawah menuju Pantai yang identik dengan 'Plawangan'. Pintu masuk para nelayan Pantai Selatan Jember yang tangguh.
Perjalanan dimulai dari kecamatan Jenggawah. Dari situ saya berangkat naik motor bersama dengan seorang teman. Kak Arif, begitu dia biasa disapa. Arif ini menjadi semacam pemandu wisata. Sepanjang perjalanan, saya bertanya banyak hal kepadanya. Latar belakangnya sebagai anak Pramuka petualang. Cukup bagiku untuk mempercayainya.

Rute yang kami tempuh untuk menuju pantai Pancer adalah jalur rute selatan. Dari Jenggawah melalui Ambulu. Masuk ke Wuluhan melalui Desa Kesilir. Kemudian masuk  lampu lalu lintas Wuluhan di depan Mapolsek belok ke kiri.

Sepanjang perjalanan dari Jenggawah sampai ke Wuluhan menjadi perjalanan yang cukup biasa. Sudah sering melalui jalanan itu. Tetapi tetap saja ada pemandangan bagus jika dinikmati. Pemandangan bagus yang pertama ketika melintasi wilayah Kertonegoro dan Karang Anyar. Jika melihat ke arah kiri, maka tampak pegunungan yang menjadi Cagar Alam Meru Betiri di ujung timur.

Begitu pula ketika melintasi wilayah Kesilir. Begitu menoleh ke utara, tampak gunung Manggar yang cukup menyejukkan. Dari kejauhan gunung yang ramai oleh penambang emas liar ini masih terlihat asri dan alami. Penanda bahwa di situ ada tambang liar adanya spanduk di jalan raya yang mengajak untuk menghentikan penambangan liar.

Setelah masuk ke desa Ampel, Wuluhan. Sepanjang perjalanan, saya menikmati panorama alam yang memukau. Di ujung selatan tampak Gunung Watangan yang membentang dari barat ke timur. Gunungnya panjang. Di ujung timur ada pantai Papuma. Di ujuang barat gunung itu ada Pantai Pacer, yang menjadi tujuan kami.

Karena jalan masih mengarah ke selatan, maka gunung Watangan tampak jelas di depan mata. Kanan kiri jalan yang saya lalui adalah sawah yang membentang luas. Ditanami berbagai macam taaman palawija. Sebagian juga ditanami sayuran. Ada pula yang ditanami jagung.

Menurut Arif, pemandu wisata gratisanku, di gunung Watangan ada air terjun. Jumlahnya lebih dari satu. Saya awalnya tidak percaya, masak di gunung itu ada air terjunnya. Tapi setelah saya pikir, bisa jadi memang ada. Itu kan gunung yang luas. Pasti ada sumber mata airnya juga. Masih menurut Arif, air terjun yang ada di situ tidak terlalu tinggi.

Di persiimpangan jalan di desa Ampel, kami sempat berhenti. Sekadar untuk mengambil gambar pemandangan. Perlu diketahui bahwa kami tidak serlfie, karena memng kami berdua kebetulan tidak hobi mengambil gambar diri sendiri. Setelah beberapa kali jepretan, kami melanjutkan perjalanan.

Perjalanan selanjutnya kami melintasi pemukiman penduduk dari desa Kepel hingga Lojejer. Tidak begitu luas panorama yang bisa dinikmati mata. Tetapi sepanjang perjalanan tetap teduh. Banyak pohon di kanan kiri jalan. Bahkan di beberapa bagian jalan ada pohon yang sampai membentuk seperti terowongan.

Jika melewati jalan ini, tetap harus hati-hati. Meskipun menikmati pemandangan, konsentrasi pengemudi harus tetap penuh. Hal ini karena ada beberapa lubang jalanan yang cukup membahayakan jika tidak disadari.

Pemandangan kembali terlihat eksotis ketika mulai meninggalkan Desa Lojejer. Di bagian kiri terlihat ujung barat gunung watangan. Di bagian kiri atau di utara jalan terlihat Gunung Kapur. Sepanjang perjalanan kami melintasi dua jembatan besar yang cukup mengesankan.

Ketika melewati kaki gunung kapur, kegarangannya terlihat jelas. Di beberapa titik terlihat putih. Kontras dengan hampir keseluruhan gunung yang hijau oleh tumbuhan. Yang tumbuh di situ adalah tanaman-tanaman perdu dan rerumputan. Tidak ada pohon tinggi yang tumbuh di gunung kapur yang mejadi sumber bahan baku gamping dan semen tersebut.

Setelah melewati  kaki gunung Kapur, tampak dari kejauhan bangunan pabrik semen. Tepat di kaki gunung kapur bagian selatan. Bagungan tinggi, hitam, dan kontras dengan pemandangan alam di bagian selatan. Tatapi itu juga bagian dari peningkatan kesejahteraan Jember.

Setelah melalui beberapa kelokan. Akhirnya kami mulai memasuki 'kota' Puger. Jalanannya mulai ramai lagi. Pemandangan bukan lagi sawah dan gunung. Tetapi perumahan warga yang padat. Jalanan juga padat. Di persimpangan kami belok kanan. Jika ke arah kiri, itu menuju alun-alun Puger yang juga mengarah ke TPI alias Tempat Pelelangan Ikan.

Objek wisata Pantai Pancer dapat ditempuh melalui jalan di tepi Kali Besini. Dari Jembatan Kali Besini, tampak beberapa perahu nelayan yang sedang berlabuh. Umumnya berukuran kecil. Hanya satu yang berukuran besar berlabuh tepat di bagian selatan jembatan. Karena tinggi perahu melebihi tinggi jembatan, itulah tempat parkir terjauh untuk perahu tersebut.

Tepat setelah jembatan, ada jalan masuk. Kami melalui jalan itu. Menyusuri tepian sungai. Ada pemukiman. Ada sungai lagi. Perjalanan masih cukup jauh untuk menuju ke objek wisata Pantai Pancer. Jalannya tidak rata. Bergelombang dan hanya diuruk dengan  batu-batu kapur.

Sepanjang jalan tersebut kami menikmati pemandangan perahu-perahu nelayan yang sedang berlabuh. Warna-warni. Bentuknya khas perahu pntai selatah, yaitu perahu motor dengan katir (pelampung dari bambu) di kanan dan kiri perahu. Nama yang ada di perahu juga unik-unik. Ada yang diberi nama 'mawar', 'putri laut', 'sang kelanan' dan lain sebagainya.

Di kejauhan sudah semakin jelas terlihat bangunan mercusuar. Berarti kami sudah semakin dekat. Setelah melewati jalan di perumahan nelayan kami masuk ke Jalur Lintas Selatan Jawa. Jangan bayangkan perumahan nelayan itu ramai orang. Yang ada hanya kompleks perumahan kosong. Bahkan sebagian sudah ambruk tidak terawat. Jalur lintas selatan jawa yang kami lewati adalah jalan yang luas. Tetapi kami hanya menggunakannya beberapa meter saja. Kami belok kiri. Di situlah pintu masuk Pantai Pancer.

Dalam perjalanan sebelumnya, di pintu masuk ada petugas yang menjual tiket masuk untuk wisatawan. Tapi kali ini tidak ada. Sesuai dengan informasi yang tertera, seharusnya wisatawan membayar lima ribu rupiah per orang untuk bisa masuk. Tetapi karena tidak ada petugas, kami langsung masuk.

Suasana pantai dan laut sangat terasa. Kanan dan kiri jalan adalah gundukan bukit-bukit pasir. Tanaman yang ada juga tanaan tepi laurt. Yang banyak adalah pandan laut. Jalanan sepi. Pasti petugas enggan menjaga pantai ini, pengunjungnya sangat sedikit.

Di perjalanan kami melewati Pos TNI AL yang hanya ada Posnya. Bangunannya cukup megah. Sementara di kanan kami, suara ombak dan angin berpadu padan. Membentuk serirama alam yang perkasa.

Akhirnya kami sampai di ujung Pantai Pancer. Di bagian kiri adalah muara yang menjadi dermaga untuk nelayan. Di ujung muara tampak deretan kapal dan bangunan tempat pelelangan ikan. Di ujung jalan yang kami lalui adalah pemecah ombak. Di ujung pemecah ombak tersebut, ombak berdeburan menghantam.

Pemecah ombak ini bangunan yang sengaja dibuat untuk memberikan keamanan bagi para nelayan yang hendak melaut atau kembali dari laut. Di kejauhan tampak pulau Nusa Barong. Pulau paling selatan di Kabupaten Jember.

Sambil menikmati panorama alam ini. Kami bersyukur kepada Tuhan atas ciptaannya. Sekaligus salut kepada para nelayan pantai selatan yang tampak hilir mudik dengan perahunya menantang ombak. Mereka begitu perkasa.


Posting Komentar untuk "Pemandangan Eksotis Sepanjang Jalan Jenggawah - Pantai Pancer"