Kebun Pisang | Tren Menanam Pisang di Lahan Produktif dan Peluangnya
Perkebunan Pisang: Peluang dan Tantangannya
Dari beberapa referensi, pisang tidak dimasukkan ke dalam jenis tanaman perkebunan. Hal ini karena memang tidak ada kebun yang spesifik digunakan untuk menanam pisang. Beda dengan karet, kopi, tebu, tembakau, dan jenis tanaman lainnya.
Namun bukan tidak disebutnya pisang sebagai tanaman perkebunan bukan berarti tidak ada sama sekali kebun yang khusus menananm pisang.
Pekarangan Yang dimanfaatkan Sebagai Kebun Pisang Ambon (Foto: Muntijo) |
Dahulu, sekitar tahun 2000-an perkebunan karet Kebun Renteng (satu area dengan Puslit Kopi dan Kakao Indonesia) di Jember, Jawa Timur pernah ditanami pisang.
Pisang itu ditanam ketika ketika ada peremajaan tanaman pohon karet. Menunggu karet besar, lahan di sela-selanya ditanami pisang. Warga sekitar menyebutnya 'gedang ijo' karena warnanya hijau. Meskipun sudah masak. Juga ada yang menyebut sebagai 'gedang kebon' bukan pisang yang biasa ditanam warga di pekarangan, melainkan di tanam di kebun karet milik PTPN.
Sekarang, tahun 2020 kembali banyak yang menanam pisang. Sengaja ditanam di sawah. Di lahan produktif. Hal ini seiring dengan menurunnya nilai ekonomis buah jeruk, yang banyak dutanam warga, khususnya di sekitar desa Sukamakmur Kecamatan Ajung Kabuparen Jember.
Tanaman jeruk yang ditanam di lahan produktif sawah (dulunya ditanami padi) sudah menua. Tidak produktif lagi. Para petani jeruk tidak lagi melakukan peremajaan tanaman jeruknya karena nilai jual jeruk yang sangat rendah, dibanding harga awal tahun 2000-an.
Dulu, harga jeruk dari petani bisa mencapai 8000-an per kilo. Banyak petani padi yang banting setir menanam jeruk. Karena harga gabah hanya 2000 per kilo. Sekarang harga gabah bisa tembus 5000 per kilo dari petani, Kering Sawah. Sementara harga jeruk 3500 per kilo, dari petani. Nilai ekonominya lebih tinggi padi.
Namun, lahan yang sudah terlanjur ditanami jeruk sangat sulit dirombak menjadi tanah sawah dengan tanaman padi. Proses land clearing membutuhkan biaya yang sangat mahal. Harus mendongkel pohon jeruk. Kebanyakan lahannya sulit ditembus alat berat, maka pembersihan batang dan akar pohon jeruk dikerjakan dengan cara manual. Dicangkul, dicabut akarnya. Padahal akar jeruk sangat keras dan dalam. Kalau tidak dibersihkan, tfaktor tidak bisa membajak sawah, sawah tidak bisa ditanami padi.
Karena operasional mahal, banyak di antara para petani jeruk mengganti tanaman jeruk di lahannya sengan pisang. Pisang ditanam di sela-sela pohon jeruk. Sementara pohon jeruk dibiarkan tetap dipelihara. Untuk diambil buahnya.
Maka dari itu, konversi tanaman sudah mulai masif dilaksanakan. Beberapa petani di desa sukamakmur yang memiliki lahan sawah cukup lebar bahkan menanam ratusan hingga ribuan tunas pisang. Baik di sela tanaman jeruk yang hendak di rombak, maupun sawah produktif.
Tidak hanya sawah sebagai lahan yang produktif, beberapa lahan pekarangan juga ditanami tunas pisang secada lebih tertata. Jika sebelumnya ditanami pohon sengon (yang sebelumnya pernah booming juga) kini bedalih ditanami pisang.
Dengan munculnya kebun kebun pisang ini, baik di lahan pekarangan maupun lahan persawahan yang luas, menjadi tren tersendiri. Para petani pisang, maupun pemilik lahan harus memikirkan ulang hukum ekonomi penawaran dan permintaan (supply and demand).
Jangan sampai nasibnya seperti jeruk. Ketika stok sudah terlalu banyak maka harganya akan anjlok.
Tapi merombak tanaman pisang di sawah jauh lebih ringan dibanding merombak tanaman jeruk. Mungkin alasan itu yang menjadi dasar para petani padi, petani jeruk, beralih menanam pisang. Berubah berkebun pisang dan menjadi petani pisang.
Posting Komentar untuk "Kebun Pisang | Tren Menanam Pisang di Lahan Produktif dan Peluangnya"