Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dialog Cak Rat dan Guru Honorer Jember

Masih di tengah hiruk pikuk dan semarak peringatan agustusan di kampung-kampung, Cak Rat terlibat aktif di salah satu kegiatan lomba. Dia tidak pernah ikut lomba. Pernah satu kali saja. Dia ikut lomba panjat pinang, tanpa bantuan siapa-siapa dia berhasil menurunkan semua hadiah.

Tidak satu pun hadiah yang dia ambil. Meskipun belepotan oli, dia bagikan seluruh hadiahnya kepada yang membutuhkan. Sejak saat itu, dia tidak pernah boleh ikut lomba. Menurut panitia, lomba bukan sekadar dapat hadiah. Kalau Cak Rat yang ikut, lomba tidak seru.

Seperti saat ini, dia hanya nonton saja. Sembari berdiskusi kecil dengan temannya di kampus. Seperti yang telah kalian ketahui, meskipun sering di kampus Cak Rat bukan mahasiswa. Dia tidak pernah kuliah. Hanya menggelandang saja.

"Kemarin kulihat kau ke Jember. Jalan-jalan?" Cak Rat bertanya membuka percakapan.

"Enggak, Cak. Saya ambil SP dari Bupati." Jawab si Honorer GTT di sebuah sekolah negeri.

"SP apa SK?" Tanya Si GTY di sebuah yayasan nasional. "Aku baca postingannya bu Faida di Fesbuk. Katanya gaji tertinggi sampe 1,4 Jt. Honorer semakin sejahtera ya di negeri."

"Iya. Betul. Tapi sejember hanya satu orang yang dapat honor segitu. Selebihnya jauh dari kata layak. Kita ngajar sudah 3 Tahun. Cuma dapat 500rb per bulan."

Cak Rat hanya mendengarkan dialog kedua temannya ini. Di kejauhan terlihat menara manusia. Sudah tiga. Saling panggul. Baru dapat setengah tiang panjat pinang.

"Tapi kan masih dapat HR per jam, Cak." Timpal si GTY. "Timbang kita-kita di swasta. Cuma dapat HR perjam yang kadang juga sangat membuat haru. Hahahaha.".

"Apanee.... adanya cuma itu. Kalau dihitung perjam masih mending. Buatlah rerata 30 ribu perjam. Biasanya guru kan ngajar minimal 24 Jam. Tinggal ngalikan. Bisa dapat 720 ribu sebulan. Lha ini cuma itu saja." Gerutu si GTT.

Si GTY menjawab, "Mungkin keuangan kabupaten gak nutut. Jadi cukupnya segitu. Itu dari APBD Jember to?"

"Enggak, tetap dibebankan ke BOS. Nek podo-podo teko BOS. Kenapa tidak dibuat seperti yang dulu saja ya?. Gak ruwet. Gak pindah. Gak penyesuaian maneh karo sekolah anyar. Gak adoh. Duh." Si GTT semakin menjadi-jadi.

"Sabar.... Ojo emosi. Guru kok emosian." Cak Rat menenangkan.

"Iyo. Dadi guru gak boleh ngambek. Contoh buruk itu. Manut ae. Gak perlu usul-usul gak jelas." Si GTY  berkata dengan wibawa.

"Sebenarnya mau usul. Sebagian kami waktu di Pendopo sudah mau usul. Berdiri. Hendak menyampaikan pendapat. Tidak diberi ruang. Tidak diberi waktu diskusi. Oke kami guru. Oke kami kan memang orang kecil. Bawahan. Memberi contoh yang baik. Tapi memperjuangkan, minimal menanyakan hak kami untuk berpendapat masak gak boleh?" Si GTT semakin berapi-api.

"Mosok GTT mesti salahe to, Cak?" Si GTT akhirnya bertanya kepada Cak Rat, yang sedari tadi sesekali ikut tepuk tangan ketika ada peserta panjat pinang hampir berhasil meraih hadiah.

"Iyo. Jadi guru itu harus menjadi contoh yang baik." Cak Rat menjawab. "Ingat, salah satu tujuan pendidikan adalah membentuk manusia-manusia yang cerdas. Terampil. Kritis. Kalau guru hanya ngomong 'kalian harus punya jiwa kritis' tapi tidak ditunjukkan. Itu omong kosong. Tapi ya itu. Caranya harus baik."

"Kami sudah mengadu, Cak. Ke sana ke mari. Ke media. Sepertinya ditutup. Di media, yang muncul cuma yang baik-baiknya saja. Kritikan kami tidak muncul. Dianggap semua aman. Semua setuju. Semua senang. Padahal banyak teman-teman yang menggerutu. Bukan hanya saya saja."

Kali ini, si GTY hanya diam. Cak Rat yang menimpali.

"Justru itu, Guru harus jadi contoh yang baik. Jadi teladan. Ingat, perjuangan untuk mendapatkan hak itu juga harus dilakukan. Dicontohkan kepada siswamu. muridmu. anak-anakmu. Jangan berhenti berjuang. Soekarno sama Hatta pernah dipenjara kok. Bahkan hampir dibunuh. Karena dia punya sikap kritis. Ahmad Dahlan, jadi guru. Mendidik. Melalui Muhammadiyah. Menunjukkan kegigihan. Melawan penjajah. Padahal waktu itu pemimpinnya yang Pemerintah Kolonial. Tunjukkan saja usahamu. Suarakan terus. Pasti ada yang dengar. Kalau berani sekali-sekali mogok gitu. Tapi korbannya siswa. Janganlah. Jangan mogok ngajar."

"Yang penting lagi, percayalah. Tuhan itu mendengar doa kita. Makan tidaknya kita bukan bergantung pada SK Bupati. Kamu juga." Cak Rat menepuk pundak Si GTY. "Jangan semata-mata ngejar sertifikasi. Rejeki teko pengeran. Nek wedi ate menyuarakan aspirasi, karena takut dipecat dan tidak bisa makan, Berarti kalian lebih takut pada atasan. Entah bupati, entah kepala sekolah atau kepala yayasan. Tidak takut pada Tuhan."

"Trus yok opo, Cak?" Tanya Si GTT dan GTY kompak.

"Ngajarlah yang baik. Tapi tetap suarakan kebenaran. Kalau pun itu bukan kebenaran murni, minimal itu jadi kebenaran bersama. Ilingo. Nek pengeran iku bersama orang-orang yang teraniaya."

Di ujung pohon pinang. Sudah ada peserta panjat pinang. Berhasil meraih bendera. Mengibarkannya dengan sumringah. Penonton tepuk tangan riuh rendah. Termasuk Cak Rat dan kedua temannya.

Posting Komentar untuk "Dialog Cak Rat dan Guru Honorer Jember"