Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nyelumbat Kelopo dan Macaki Kelopo

Masih pakai sarung, masih pakai batik lengan panjang salah satu kain seragam darisekian banyak seragam Assathoriyyah, diperintah untuk nyelumbat kelopo, karena ada orang beli 2 butir kelapa. 

Awalnya hanya disuruh nyelumbat saja. Karena mengupas bagian sabut kelapa menggunakan wedung memang sangat sulit. Harus membutuhkan energi yang banyak. Sementara, sejak pagi ibu sudah sambatan lara geger. 

Tandanglah saya. Menata besi pancung, ambil kelapa, selumbat. Cepat. Masing-masing kelapa tak lebih dari satu menit. Kebetulan kelapa yang diselumbat juga besar dan bersabut tebal. Mudah. 

Terlebih telah diajari secara khusus oleh bapak sebuah 'Teknik Nyelumbat Kelopo dengan Baik dan Benar' ketika bapak masih sehat dulu. Dicontohkan, diberi tahu teorinya, kemudian saya disuruh praktik, kemudian dikomentari dan diperbaiki teknik yang salah. Mirip microteaching di kampus FKIP.

Teori yang diberikan bapak untuk nyelumbat kelopo dengan baik dan benar adalah: 

1. Gunakan beban tubuh untuk mengupas sabut kelapa yang sudah menancap ke linggis/selumbatnya.
2. Bagian sabut yang dikupas jangan terlalu lebar, biar tidak terlalu sulit mengupasnya, jangan terlalu sempit, biar tidak terlalu lama proses megupasnya.  Jadi satu kelapa, bisa hanya jadi lima sobekan sabut kelapa. 
3. Tancapkan bagian luar sabut pada linggis/pancungnya. Agar lebih mudah menyobek sabutnya. 

Selain ada mata kuliah teori dan praktik nyelumbat dengan baik dan benar. Saya juga diberikan matakuliah  'Sejarah Nyelumbat'. Saya ingat, sejak kecil melihat bapak nyelumbat kelapa memakai alat selumbat besi yang tertancap pada cor dasarnya berbentuk segitiga. Alat selumbat itu yang saya pakai belajar sejak pertama. 

Kemudian, ketika sudah bisa nyelumbat, dan bapak sudah tidak kuat lagi karena fisiknya yang sudah mulai melemah, saya saja yang menggunakan. Segitiga cornya lambat laun rusak. Saya bawa ke tukang las. Kaki penyangganya diganti dengan besi. Lebih fleksibel. 

Ketika ada tetangga yang 'nduwe gawe' bisa saya bawa untuk rewang ngupas sabut kelapa. 

Selain menggunakan alat selukbat yang dimiliki bapak, biasanya pedagang kelapa yang mengupas sabut menggunakan linggis yang ditancapkan ke tanah. Perlu keahlian khusus menancapkan linggis ini, agar tidak goyang, tidak juga semakin amblas ke dalam tanah saat digunakan nyelumbat. Maka biasanya para pennyelumbat profesional ini menancapkan linggis di tepi plesteran atau menempel pada akar pohon. Para penyelumvat profesional ini bisa menyelumbat puluhan bahkan ratusan butir. Sementara,maksimal hanya belasan. Selain karena memang sesuai kebutuhan yang tidak perlu terlalu banyak mengupas kelapa, juga tidak akan mampu. Ngos-ngosan pasti. 

Lain halnya dengan nyelumbat, untuk macaki kelopo. Macaki kelopo adalah mengupas batok kelapa. Tidak diajari secara khusus. Istilahnya saya learning by doing dengan metode trial and error. 

Sampai sekarang masih belum menemukan kesalahan saya di mana dan bagaimana cara memperbaiki teknik macaki kelopo. Masih lama, masih serong kelapanya pecah. 

Padahal macaki kelapa yang terbaik adalah yang bisa cepat, tidak bundas (apalagi pecah). 

Karena masih sering gagal saya selalu mencari kambing hitam. Biasanya jika gagal atau kelapanya pecah saya alasan saya antara lain:
1. Wedung gak landep.
2. Klopone ketuweken jadi mudah pecah.
3. Batok klopone terlalu tipis sehingga lama proses mengupasnya. 

Kalau kalian, apa alasan untuk menutupi kegagalan?

Posting Komentar untuk "Nyelumbat Kelopo dan Macaki Kelopo"